
Prolog
Dara, ya itu sapaanku selama hidup
di bumi ini, aku juga gak tahu awalnya dari mana, yah mungkin dari nama
lengkapku kali yah “Dara Faranita Lestari” . hari-hariku sebenarnya biasa saja
dan ngga seistimewa kehidupan manusia-manusia yang lainnya, tapi semenjak gue
ketemu sama cowok yang ngeselinnya luar biasa, perawakannya juga gak
ganteng-ganteng gitu juga, hanya saja dia cowok dengan karisma yang up to that
banget. So, dibilang suka ngga mungkin yah, tapi giliran gak ketemu jadi
pangling putar kanan putar kiri nih badan cari-in itu anak. Dasar ABG labil
pake banget.
Jangan tanya kalau hidup aku cuma
dipenuhi sama Angga, bisa dibilang seperti itu. Iya, nama cowok yang nge-ganggu
hidup aku baru-baru ini dia tuh Angga Zian, pasti mengetahui namanya kalian
berpikir kemana-mana kan, terutama sahabat-sahabat aku pasti udah langsung tahu
orangnya. Seakan dia istimewa banget yah sampai aku jadikan dia sebagai orang
yang penting. Hmm, karena Angga itu first love ku jadi aku masih sangat
canggung ketika bertemu dengan dia. Orang yang dekatnya pake banget masih bisa
jadi musuhan dan berjauhan.
“Terkadang orang yang pertama hadir
itu adalah dia yang memberi banyak pelajaran dan penyesalan”
Kita
buktikan kalimat di atas apakah memang benar atau hanyalah sebuah atau beberapa
rangkaian kata saja.
Bab
1
Hari ini adalah hari pertama aku
sekolah di High School. Yeayy… akhirnya aku masuk SMA juga, setidaknya jarak
SMA dengan bangku perkuliahan beda
dikit. Waktu aku SMP Aku tuh sering kesel banget sama tante-tante
temannya mama aku yang kalau ketemu aku pasti muji kan yah, “ wah, anaknya
cantik. Kuliah dimana?”. Pas aku jawab “ makasih tante, masih SMP tante” sambil
senyum malu gitu. Si tante itu langsung berubah tuh wajahnya, entah dia kaget
atau kayak gimanapun tetap saja dong aku tersinggung banget. Iya sih waktu aku
SMP postur tubuh aku itu udah kayak anak kuliahan gitu, mungkir karena factor
keturunan atau memang gen dalam tubuh aku yang aktifnya terlalu amat, yang
membuat orang-orang terutama tente-tante nyinyir itu tuh kiranya aku udah
kuliah. Nah, karena sekarang aku udah SMA seenggaknya kan beda tipis lah, kalau
mereka masih mengira aku anak kuliahan.
Aku yakin pasti bukan Cuma aku
doing yang merasakan hal yang seperti ini, yang nanyain umur kita, sekolah
dimana, kuliah dimana, atau apalah dan sebagainya. Sebenarnya orangnya itu-itu
juga kan, positif thingking aja mungkin dia lupa, hmm…. Tapi secepat itu, aku
aja masih ingat sama tantenya. Aku yakin pasti dia pusing cari topic
pembicaraan yang pas, makanya pertanyaannya itu-itu terus. Dasar emak-emak
millennial.
Sama tuh yah kayak perjuangan
cowok/cewek yang lagi chat-an sama gebetannya berjuangnya habis-habisan buat cari
topic pembahasan agar mereka ngga cepat berhenti tuh chatingannya. Topic kok
dicari, kurang kerajaan (kerjaan) aja. Dasar bucin (budak cinta).
Kok aku jadi ikut-ikutan nyinyir
juga yah, ingat. Lanjut ke yang tadi yah, sekarang aku sudah menyiapkan beberapa
buku, hehe walaupun Cuma satu buku doing. Pastinya aku tas baru dong masa ngga
sih, ini pertama kali SMA loh, setelah melewati beberapa perjuangan mulai dari
UN, terus tes masuk SMA dan banyak lagi. “Priftttt…prifttttt…”..tebak sendiri
suara apaan tuh, “ Iya, tunggu bang, 1 menit lagi” dengan gercap mengambil tas.
“ Huft.. gara-gara kelamaan cerita nih, aku jadi terlambat kan”. “eh, neng kok
jadi saya sih.” Si tukang ojek itu jadi merasa bersalah, padahal aku marahnya
sama diri aku sendiri. “ hmm, maaf bang, aku lagi latihan acting bang.” Aku
ratunya buat ngeles ”ohh, gitu toh neng, abang kira eneng
kesambet.” Balas si abang. “ wah, wah abang tega bener. Berangkat cepet deh
bang nanti aku terlambat”.
“SIAP….Neng. Priftt…priftt”
Nah dia itu tukang ojek
langganan aku namanya bang salman, hehehe pasti namanya keren banget yah. Aku
aja waktu pertama kali kenal sama ini orang, kaget banget, dari awal lihat
penampilannya aku ngga mau dia jadi ojek langganan aku, tapi seperti biasa
jangan lihat orang tuh dari covernya. Aku jelasin perawakan bang salman tuh kek
tukang ojek beneran, rambutnya lepek banget kayak ngga pernah disisir-in,
hidungnya pesek banget, kulitnya ngga putih-putih amat, aku jujur aja yah dia
oranngnya hitam, style-nya yah ala-ala Dilan tapi dia Dilan-da musibah “wkwkwkwkw” . Tapi, bang salman tuh orangnya baik banget, humoris,
dan sabarnya pake banget banget, tungguin aku si manusia paling ngaret. Ojol
mah kalah sama bang salman.
Diperjalanan menuju sekolah aku
tuh banyak banget cerita sama bang salman, mulai dari masalah aku sama Angga
dan sampai yang tadi pas dirumah aja aku certain. It’s okelah bang salman kan
jiwanya masih muda banget, bisa dibilang nih yah, hamper semua masalah di hidup
aku dia tuh udah tahu. Eh, ehh jangan salah paham gitu dong, bang salman itu
sudah punya istri, hanya saja dia itu belum punya anak, hmm bukan belum punya
sih cuman anaknya itu hilang dicuri sama orang gila gitu, dia sudah berusaha
buat cari anaknya tapi gak ketemu-ketemu juga dan beberapa warga bilang kalau
anaknya itu sudah meninggal. Bang salman juga pernah bilang kalau anaknya itu
masih ada, pasti dia sekarang sudah kuliah. Wah, wah sedih kan yah bang salman.
“ting…ting…ting “ itu suara bel
sekolah baru ku SMA 11 Wirasatya.
“hati-hati neng” teriak bang
salman sama aku. “iya bang, assalamuaalaikum” sambil aku lari tergesa-gesa
menuju lapangan upacara. “waalaikumsalam, neng” jawab bang salman, tapi sudah
gak kelihatan tuh orangnya.
“hei, Dara.” Seseorang yang
cukup asing di mataku sedang menyapa aku dan tahu nama aku. “dia siapa yah, kok
dia sapa aku gitu, kan jadi malu. Jangan-jangan dia suka lagi sama aku. Oh My
Good, orangnya ganteng banget pula.” Ucapku dalam hati.
“hei, hei, kamu Dara kan” Tanya
lelaki tampan itu lagi, kalian mau tahu gak aku tuh deg-deg-an banget. “ ehh
iya, aku Dara”. “Dek tolong kamu bantu teman kamu yang ada di sana untuk
menyapu semua halaman, kamu itu sudah datangnya telat, tinggal lagi disini,
cepat sana.”
“
hahahahaha, ternyata dia senior toh di sini, dia sebut nama aku, ternyata buat
di suruh kerja” sambil geleng-geleng “Dara..dara” ucapku dalam hati.
“Iya,
kak” balasku sopan pada cowo tampan itu, eh maksdunya senior aku.
Sambil
berjalan menuju tempat yang diperintahkan kakak yang tadi, aku seperti merasa
nyaman banget, ngga tahu kenapa sekolah ini itu seperti kehidupan baru aku, yah
baru karena aku jauh dari Angga. Walaupun sebenarnya ini bukan pilihan yang
tepat untuk menyelesaikan permasalahan kami, tapi setidaknya berpisah dan tidak
saling bertemu setidaknya bisa membuat aku jauh lebih terbuka dan sadar. Doaku
semoga di sekolah ini aku bisa dapat teman yang benar-benar teman, yang bisa
menjaga perasaan aku, dan bukan hanya karena status teman.
“hai,
bisa aku bantu.” Sapaku pada seorang wanita yang sedang menyapu serpihan
dedaunan yang telah gugur.
“hmm,
iya silakan.” Balas perempuan itu
Kalau
dilihat-lihat dia perempuan yang baik, dari wajahnya aku lihat dia perempuan
yang ngga banyak bicara deh, ngga kayak aku cerewet banget. Dari luarnya sih
cantik yah.
“nama
kamu siapa?” tanyaku yang SKSD banget.
Sambil
tersenyum kepadaku “ nama aku Vita. Kamu pasti Dara kan?”
“ehh,
iya. Kok kamu tahu nama aku?” cetusku yang merasa heran, sudah dua orang yang
aku temui semuanya sudah tahu nama aku. Apa aku seterkenal itu yah, iya sih
followers aku di instagram kan sudah 23 ribu.
“di
jilbab kamu ada papan namanya” jawab Vita, yang membuatku shock pake BGT.
Ternyata mereka tahu nama aku gara-gara papan nama init oh. Aku lupa kalau tadi
sebelum berangkat sekolah ternyata aku pakai ini. Mana pikiranku kemana-mana
lagi, kiranya gara-gara followers di instagram aku.
“hehehe,
oh iya” balasku dengan senyum yang paling manis gak ada tandingannya, tapi
kecut.
Sambil bersih-bersih, aku sama
Vita banyak cerita, kita mulai akrap dari pertemuan hari ini. First time ketemu
Vita, aku rasa dia orangnya baik. Waktu menunjukan pukul 08.30 kami semua
diperintahkan untuk menuju ke Aula. Oh, iya karena hari ini hari pertama
sekolah dan aku kan masih siswi baru nih yah, jadi aku masih PLS ( Pengenalan
Lingkungan Sekolah) dulu, jadi belajarnya mungkin masih belum. Di fokuskan
untuk saling mengenal, yah lumayan hari pertama aku udah ketemu sama Vita.
Semoga saja aku bisa saling mengenal lagi dengan teman-teman yang lainnya.
Bruukk…..
“ehh, maaf, maaf” aku gak
sengaja nabrak orang, dan dia itu senior aku. Gak tahu deh dia bakalan apain
aku, entah aku dijemur atau justru malah dipermaluin. Oh tidak, gak mungkin.
“maaf, kak aku ngga sengaja,
sumpah” pernyataanku yang memelas.
“eh, gak apa-apa kok, orang tadi
aku yang gak lihat jalan. Gak apa-apa dek, aku minta maaf yah” jawab seniorku
itu membuatku sedikit lega.
“iya kak, aku yang minta maaf”
balasku lagi.
Sambil tersenyum, dia akhirnya
pergi meninggalkan kami.
Melihat seniorku itu, membuatku
ingat sama seseorang, yah Angga. Sikapnya itu persis banget sama Angga. Aku
tidak tahu kenapa, menjauh dari Angga sepertinya membuat aku lebih sering
mengingat dia. Iya, mencintai seseorang itu hal yang sulit namun lebih sulit
lagi melepas cinta itu.
Aku heran, mengapa aku tak bisa
menerima kenyataan bahwa sebenarnya aku bisa hidup bahagia dan merasa bebas.
Bukan hanya terus-menerus merenungi masa laluku. Bukankah aku juga punya hak
yang sama untuk menjalani masa kini. Yap, menjalani masa kini dengan penuh
keyakinan bahagia itu bukan berarti melupakan mantan (ehh, maksudnya masa
lalu).
Tapi, tidak mungkin juga aku
begitu saja melupakan masalah ini, ini sebenarnya masalah besar dalam hidup
aku. Melupakan seseorang yang sudah terlalu aku cintai, sayangi, hmm mungkin
benci. Saat ini, aku sedang dihadapkan pada sebuah situasi yang paling rumit
dimana aku harus mendengar kata hatiku atau justru aku harus mengedepankan
egoku. Jujur saja dibalik kepribadian seseorang yang always happy and better,
sebenarnya orang itu punya masalah, hanya saja dia begitu hebatnya mampu
menyembunyikan itu melalui gelak tawa yang ia keluarkan.
Perjalanan hidupku ini rumit
banget, aku aja gak tahu sampai kapan aku harus dihantui baying-bayang orang
yang ishh aku tidak tahu mau bilang apa lagi.
“dara, kamu gak apa-apa kan”
suara Vita tiba-tiba saja mengagetkanku, ternyata aku lagi berhayal dan seolah
waktu itu ikut berhenti. Love is bad…
“eh, iya. Gak kok untung aja
kakak yang tadi gak marah gimana kalau dia marah, duh mampus gua”
Sambil
berjalan menuju kantin sekolah itu “ ya iyalah, orang bukan kamu yang salah
kok”
Aku hanya tersenyum tanpa arti
kepada Vita. It’s oke aku akhirnya dapat teman yang baik sama aku.
Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah aku bisa dipertemukan sama teman yang baik
banget sama aku, semoga saja dia bisa terus seperti ini sama aku.
Sampai di kantin tersebut aku
hanya meminta tolong kepada Vita untuk dipesankan minuman, iya Greentea favorit
is drink. Kantinnya cukup luas, terlihat beberapa kursi dan meja, meja yang
berbentuk oval yang setiap meja dilengkapi dengan lima kursi yang terasa cukup
nyaman untuk kursi kantin. Letaknya yang cukup dekat dari kelas-kelas, memang
sengaja dirancang agar siswa/siswi tidak seenaknya tinggal berlama-lama sampai
lupa waktu, jadi kalau mereka ingin bolos atau tidak masuk saat jam pelajaran,
setidaknya guru-gurunya bisa langsung melihat.
Menurutku, letaknya sangat
nyaman, selain di samping kirinya adalah kelas-kelas dari kelas XII, samping
kanannya yang dipenuhi dengan beberapa pepohonan yang membawa angin kesegaran.
Setiap derai angin yang tertiup membawa kesejukan tersendiri yang membuat
siapapun berada disitu merasa nyaman dan ingin berlama-lama.
“Dara ini minumannya” sambil
menaruh gelas minumanku di atas meja.
“oh iya, terima kasih Vita, hehe
jadi merepotkan”. Balasku yang sok-sok nggak enak gitu tapi sebenarnya emang
niat nyuruh.
Sambil Vita meminum minumannya
melalui sedotan kecil yang kira-kira hanya berdiameter 1 cm itu, aku lantas
memotong keasyikannya sedang minum, mungkin karena dia sangat kehausan sekali
yah. “ Vita?” panggilku
“iya, kenapa Dara?” sambil
menurunkan gelas minumannya kembali ke atas meja.
“hehehe, maaf yah sampai kaget
gitu. Aku Cuma mau bilang kalau di sini suasananya adem banget yah, ngga
bising, dan pastinya sejuknya minta dijeplok”.
“iya, memang sih, kantin itu
harus seperti ini, yang asri, indah, nyaman dan pastinya harus sehat” sambil menyedot
minumannya (memangnya sedot wc )
“kamu itu aku pikirnya karena
sejuknya, kamu lebih pada kesehatannya,” balasku yang merasa kalau Vita itu
memang orangnya bersih banget, ngga kayak aku kadang-kadang bersih dan lebih
seringnya jorok. Ngupil aja aku buka-bukaan di depan teman aku waktu SMP, apa
aku harus berubah yah. Nanti Vita gak mau lagi temenan sama aku gara-gara aku
jorok.
Sebaiknya sekarang aku harus
membangun pondasi dan mindset yang baik dan benar. Kerena ibarat membangun
gedung, diperlukan pondasi dasar yang kuat agar gedung dapat dibangun dengan
kokoh. Jadi, sebelum aku memulai pertemanan harusnya aku harus menghilangkan
mindset bahwa orang-orang akan menjauhi aku kalau aku seperti ini, jika sebelum
melakukannya saja aku sudah seperti itu bagaimana aku tahu jadinya akan seperti
apa. Masa iya, aku harus menampilkan diriku dengan Dara yang kepribadian palsu.
Hanya karena ingin mendapatkan teman yang benar-benar mau menerima Dara apa
adanya. Pasti seseorang yang ditampilkan sisi lain dari kita akan merasa tidak
nyaman dengan hal itu, pasti orang-orang itu akan merasa kecewa dengan kelakuan
kita. Padahal toh sebenarnya yang kita lakukan itu, berpura-pura bahagia,
berpura-pura baik dan gak punya kekurangan adalah agar dia bisa berteman dengan
kita tanpa harus melihat keburukan kita.
Aku percaya banget, kalau zaman
sekarang itu manusia itu benar-benar melihat orang yang akan dia temani itu
dari cover-nya. It’s oke, but I don’t agree with it.
Lagi-lagi aku ngayal gak jelas.
Baru saja aku berusaha untuk mindset yang tertanam dalam diri aku, toh tadi aku
berpikir buruk lagi.
“pusing banget…” sambil
menggaruk-garuk kepala.
Vita menengadah dan memandangku
“kamu gak apa-apa kan?”
“iya gak apa-apa, tadi ngigo”
aku salah tingkah banget, satu persatu keanehan ku mulai muncul di depan Vita.
Agar suasana tidak suram, aku memberikan lemparan senyum terbaiku ke Vita, supaya
dia tidak merasa aneh bersama aku.
“Vita!” aku gak sadar
memuntahkan minuman yang sudah mulai menjalar menuju kerongkonganku, sambil
teringat sesuatu yang fatal aku lakukan, tanpa sadar, tanpa rasa bersalah, aku
benar-benar lupa.
“kamu kena….” Vita belum saja
menyelesaikan pertanyaannya langsung saja Aku menarik dirinya menuju kasir lalu
membayarnya dan menuju ke Aula.
“kita mau kemana Dara?” raut
wajah Vita tergambar jelas kalau dia begitu kebingungan tidak tahu apa-apa,
bahkan sampai berusaha melepaskan tangannya dari genggamanku.
“Vita, AULA…” wajahku memerah,
sontak membuat Vita pun pucat hampir membiru karena benar saja kami lupa,
benar-benar lupa.
Kupikir lariku sudah sangat
kencang, mendengarku berkata seperti itu, Vita justru lebih keras menarik
tanganku dan menyuruhku lari mengikuti jejak langkahannya. Jarak kantin dengan
Aula cukup jauh, kita harus melewati beberapa kelas dan ruang guru, koridorpun
ikut kami lalui. Tak lama kemudian kami sampai di depan pintu aula dan.
“Vita, aku malu”
Aku ngga tahu mau bilang apa
lagi, seribu pasang mata tertuju pada kami berdua, semuanya seperti menatap
kami dengan tajam, setajam silet, bahkan lebih tajam. Ditambah tatapan dari
beberapa senior yang sangat dalam. Bahkan, aku seperti tenggelam dalam tatapan
mautnya.
Ini di luar rencana, hampir
setengah jam kami di kantin, berarti kami telat setengah jam masuk di Aula. Dan
itu sebuah kesalahan yang sangat.. uhh
Aku mencoba menghela napas yang
panjang, berusaha mempersiapkan apa yang akan aku katakan di depan semua orang.
Sial aku malu semalu-malunya,
bodoh sebodoh-bodohnya. Shit. Aku mulai langkahku dengan menggunakan kaki kanan
berusaha menghilangkan pikiran-pikiran buruk yang sedang memenuhi otakku,
semuanya terisi dengan kecemasan.
Vita menarikku mundur “Ada apa
Vita?”
“tunggu aku!” aku melihat
gambaran wajah Vita sangat takut, bahkan tangannya sampai dingin serta terasa
sedikit getaran dari nada suaranya.
Aku pun mulai berjalan, langkah
demi langkah, tembok di ruangan itu menjadi saksi bisu dari suara tegukan air
liurku menelan ludah yang sulit sekali jatuh, keheningan yang paling hening
saat ketukan langkah kakiku terasa sangat keras, sampai-sampai dentuman jantung
setiap orang yang ada di Aula itu mengikuti langkahku.
Akhirnya aku dan Vita sampai di
hadapan beberapa seniorku, aku benar-benar tidak berani menatap mereka, aku
hanya bisa tertunduk memperhatikan setiap kisi-kisi dan berusaha menghitung
jarak dari tegel yang satu dengan tegel yang lainnya. Sebelumnya ini tidak
pernah ada dalam rencanaku untuk seperti ini. Tidak, aku bisa gila lama-lama
disini.
Aku mulai merasakan bahwa ada
seseorang yang mulai melangkah menuju kami, semakin dekat, lebih dekat. Aku
masih belum bisa melihatnya, aku sangat tidak berani. Aku Cuma melihat bagian
bawahnya kalau dia itu wanita.
“siapa kalian?” hertakan itu
begitu keras terdengar.
Tidak ada diantara kami berdua
yang menjawabnya, sehingga wanita itu kembali mengulang pertanyaannya, namun
kini lebih keras hingga menggetarkan gendang telingaku “Siapa kalian?”
Belum juga ada yang menjawab
pertanyaannya, hingga wanita itu berkata “Heh, kalian budek atau bisu?, diajak
ngomong ngga jawab-jawab”
Sumpah, baru kali ini aku sampai
setakut ini, rasanya air mataku sudah ingin jatuh dari kantungnya, terasa tak
terbendung, tapi aku harus menunjukkan kalau aku seorang wanita yang kuat,
hanya sekali aku menjatuhkan air mataku di depan umum. Itu saat Angga
mengeluarkan kalimat yang tidak ingin lagi aku ingat.
“Kami siswa baru kak di sini.”
Sambil mengangkat kepalaku yang begitu berat bagaikan mengangkat semua kepala
manusia di dunia ini.
“siswa baru yah, sejak kapan
kamu yakin di terima di sini?” gila aku di skat-mat sama nih orang.
“sejak kami melalui tes dan
akhirnya kami lulus, kalau kakak tidak percaya bisa dilihat di papan
pengumuman” sambil menunjuk papan pengumuman yang berada sekitar 3 meter dari
Aula dan memang cukup terlihat dari tempat kami. “di situ ada nama kami kak”.
“siapa nama kamu?” Tanya wanita
itu, dan ternyata namanya itu Salsa, aku melihat dari papan namanya yang berada
di sebelah kanan atau persis di sebelah kantong bajunya.
Sambil menunjukan wajah yang
sok-sok-an berani “Dara kak, Dara Faranita Lestari” cetusku.
“Oke, siap-siap yah ke ruangan
Kepala Sekolah” sambil senyum kesal kepadaku.”Tapi, Cuma kamu” menunjukku.
“Dara Faranita Lestari” lalu menabrak pundakku meninggalkan tempat itu melalui
pintu Aula menuju ke sebuah ruangan, yang dari kejauhan jelas itu ruangan
Kepala Sekolah.
Aku masih bisa tersenyum, karena
aku tahu kalau aku memang salah. Tapi, yang membuat aku heran kenapa hanya dia
yang bisa menghakimi ku. Terus? Yang lain ngga punya hak apa untuk menghakimiku
juga. Seolah mereka menjadi bungkam, tidak tahu harus bilang apa saat wanita
itu atau lebih jelasnya Salsa berbicara. Sebenarnya dia siapa sih.
Aku memberanikan semua anggota
tubuhku membalikkannya, aku ingin melihat apa yang orang-orang lakukan saat aku
sedang dipermalukan apakah mereka menertawakanku atau justru mereka juga ikut
diam membisu.
Vita sepertinya sudah tidak ada
tenaga lagi, dia benar-benar lemah, mungkin dia jarang dimarahi seperti ini.
Aku pun mulai membalik badanku,
dan betul saja dugaanku kalau mereka semua diam. Aku makin heran.
“yang mana di sini yang namanya
Dara Faranita…”. “Lestari” sambungku.
“Iya, itu. dimana orangnya?”
Tanya ibu itu, sepertinya dia Asisten Kepala Sekolah.
“Saya, bu.” Sambil mengajukan
tangan. Jangan pandang aku sok berani yah. Semenjak rasa sakit itu, aku punya
prinsip dan tekad yang kuat untuk menjadi wanita yang kuat, bukan wanita yang
lemah, mudah disakiti.
“Oh, kamu memang jelas dari
sikapnya. Ayo ikut saya ke ruangan Kepala Sekolah” mendekat kepadaku, lalu
menarik tanganku dengan keras.
“Ibu, jangan kasar!” suara itu
membuatku tercengang dan membuatku ingin membalikkan badan. Aku berusaha
mengira-ngira kalau itu suara Vita, tapi bukan. Itu bukan suara Vita. Itu suara
sorang pria, dan aku seperti pernah dengar itu seperti suara cowok. Iya suara
cowok yang tadi pagi. Dengan gercap aku membalikkan badanku dan benar saja
kalau dia cowok yang tadi pagi tahu nama aku, menyuruhku membersihkan.
“Ibu, jangan kasar-kasar sama
Dara, ibu juga belum tahu kan dia salah apa. Jadi ibu harus baik sama dia, dia
itu siswa baru loh” menjelaskan diriku seolah dia tahu apa yang terjadi.
Aku tersenyum dengan
selebar-lebarnya mengalahkan lebarnya daun kelor, aduh kenapa daun kelor.
Maksdunya daun itulah. Aku seperti punya kekuatan baru yang bisa membuatku
kembali bersinar dan berpijak seperti dulu kala.
“iya, lagi pula ini juga
perintah Kepala Sekolah, masa sih saya mau melawan” jawab ibu Susi, yah itu
sapaannya, seperti biasa aku melihat dari papan namanya juga.
“aku tahu bu, tapi kepala
sekolah tidak menyuruh ibu untuk menariknya dengan kasar seperti itu kan Ibu?”
balas cowok itu. sampai sekarang aku masih belum tahu namanya siapa. Tapi, yang
pasti kalau aku sudah selesai dari masalah ini. Aku akan langsung mencarinya
untuk berterima kasih.
Padahal waktu pertama bertemu
aku kira dia orangnya cuek, nyatanya dia baik banget. “Iya Za. Ayo kamu ikut
saya dari belakang.”
“Haa! Za, namanya Za. Za siapa?”
pikirku. Sambil mengikuti Ibu Susi dari belakang, aku terus berpikir namanya Za
di depan atau Za di belakang. Kalau aku Tanya Ibu Susi di jawab ngga yah.
“Hmm, Zainal, Zakariyah, Zafwan,
aZab, huahuahuahauahau masih sih aZab, ada-ada aja aku” . jujur aku pusing
banget pikirkan nama cowok yang tadi bantuin aku, gara-gara dia bantu dan
bela-in aku, aku sampai lupa kalau aku lagi punya masalah.
“Hmm, dasar cowok aneh” sambil
cengar-cengir senyum ngga jelas.
“kenapa kamu?” Tanya Ibu Susi
Aku geleng-geleng kepala, seolah
tidak terjadi apa-apa “Nggak kok bu”.
“Ini anaknya Pak” menunjukan
kepada Kepala Sekolah kalau aku orangnya.
Di ruangan itu juga ada Kak
Salsa, aku benar-benar ngga tahu apa yang sudah Kak Salsa ceritakan ke Kepala
Sekolah. Hmm, ya sudahlah I’m lazy to think.
“grooaakkkkkk……”
“ups, maaf” lagi dan lagi aku
melakukan hal yang paling melakukan dan jorok pake banget. Bisa-bisanya aku
kebablasan bersendawa dan suaranya keras banget. Duh, aduh aku bisa-bisa
dikeluar-in beneran nih lama-lama. Ya Allah, kenapa aku jorok banget. Pasti
gara-gara tadi di kantin banyak minum angin daripada minum air nih.
Sambil memasang wajah memelas
dan menggaruk-garuk pelipisku, sebenarnya ngga gatal tapi ngga tahu kenapa aku
garuk-garuk itu. ah au ah pusing.
“
Comments
Post a Comment
Thank's for a lot